Pertama Nyoba Trail Running
Agustus 2020 hari pertamanya, kesampean juga belajar trail running.
Satu diantara sekian banyak alasan menekuni running, adalah pengen kuat naik gunung!
Karena memang suka banget dengan acara-acara outdoor semacam camping, hiking dan aktivitas gunung lainnya.
Setelah mencoba berlarian kesana kemari di jalur aspal, pengenlah juga nyicipin bagaimana rasanya berlari di medan tidak datar alias naik atau turunan.
Sejak tahun lalu, keinginan trail run sudah bergejolak pengen diwujudkan di Hutan UI (Universitas Indonesia). Tapi disitu jalurnya kurang ada naik turunnya. Dan tempat lainnya, jauh dan macet-macet. Seperti harus ke Bogor, baik ke puncak (Gede Pangrango) atau ke gunung Salak. Tapi karena selama ini solo running, jadinya maju mundur niat, dan berakhir tidak jadi.
Kenapa? Karena lari di hutan itu berbeda dengan berlarian di aspal (kota). Kalau di kota, andai tidak tahu jalur bisa melipir ke warung, atau nanya ke orang lewat kemana arahnya tujuan. Sedangkan kalau berlarian di hutan, mau bertanya ke siapa? Seringnya kalau sudah kesasar kan peluang berjumpa dengan orang lewat kan susah sekali.
Selain itu, ada resiko yang lebih berbahaya jika sendirian. Yakni kalau terjadi kecelakaan, kepleset atau kenapa-kenapa (ga sampe kepikir dimakan binatang buas sih), tentu akan beresiko.
Ditambah kalau di gunung signal sering hilang.
Foto: Selamat Pagi Klotok
Solo Tracking
Bulan lalu 11 Juli 2020
, sempat nyoba tracking sendirian.. ya sama sih, tetap di Gunung Klotok. Yakni, gunung yang memiliki keistimewaan satu-satunya Gunung di Indonesia yang terletak di tengah Kota. Dengan ketinggian puncak sekitar 500 meter, sebenarnya lebih pantas disebut bukit. Apalagi disekitarnya terdapat bukit-bukit lainnya.
Dengan memaksakan niat dan mengumpulkan keberanian, modal jam tangan tracking dan jalur peta (gpx) yang aku peroleh dari rute perjalanan teman di Strava. Berkelilinglah sendirian sejauh 9 km. Alhamdulillah, ga nyasar atau gak terjadi apa-apa.
Sepanjang perjalanan selepas puncak (watu bengkah), jalur benar-benar sepi dan berjalan sendirian. Suara angin berdesir-desir bikin merinding kalau sampai mikirin macem-macem. Makanya serem tracking sendirian di gunung yang jalurnya gak umum, apalagi kalau sampai dihari bukan weekend.
Foto: Sudut dari Puncak Klotok
Trail Run
Kali ini, hari Sabtu di Bulan Agustus 2020 tanggal pertama, alhamdulillah ada temennya. Ikut komunitas Trabas Kediri, kesampean lari bareng gak sendirian.
Aku ga akan bercerita tentang komunitas Trabas ini, karena baru bergabung dan masih unyu-unyu. Ditambah masih tergolong pemula, baik dalam persoalan lari, trail, tracking, camping, tujuan latihan, atau bahkan kegiatan-kegiatannya. Apalagi secara langsung belum pernah kenal sebelumnya. Jelas tidak mengerti apa-apa, tidak ngerti banyak soal itu. Jadi cerita yang aku mengerti dan alami aja yak, tentang aktivitas pagi ini.
Berangkat dari rumah jam 5 pagi, naik motor (padahal pengennya gowes) melaju ke parkiran UNIK, dan trus mulai menanjak jam 5.40 WIB. Sebenarnya target tujuan tidak jauh dan tidak terlalu tinggi. Hanya karena belum pernah jadi tidak tau bakal seperti apa. Asumsi sih mestinya sekitar 6 KM, dan ternyata gak jauh meleset. Jaraknya hanya sekitar 5 km, sedangkan ketinggian 400 meter diatas permukaan tanah. Ketinggian relatifnya sebenarnya cuma sekitar 250 meter saja. Jadi tidak tinggi-tinggi amat.
Meski begitu, namanya juga pertama kali.. udah kerasa ngos-ngosan aja. Mungkin kaget, baru awalan udah naik terus. Dan jalurnya, sebenarnya asyik.. hanya sesekali terdapat jalur miring ke kiri (penyusuran tepi bukit). Yang kurang nyaman adalah saat melalui jalur yang terdapat pohon berduri. Ini pepohonan yang berduri ya, dan tidak ada mawarnya. Dengan medan miring butuh sesuatu untuk jadi pegangan, dan benar saja ga sengaja reflek kepegang. Alhasil, sedikit goresan dan berdarah. Ah, biasa kalau sudah di medan outdor sakit-sakit sedikit. Malah jadi bukti habis dari outdoor hehe…
Dua kali di “puncak”. Puncak Pedang dan Puncak Watu Bengkah.
Foto di Watu Bengkah, Gunung Klotok, Kediri.
Di puncak Watu Bengkah, terdapat areal yang sering dipakai buat camping. Sayangnya lokasi airnya jauh, bisa dibilang sih tidak ada. Jadi harus bawa dari bawah.
Dari puncak, turun pulangnya sebenarnyalah lari beneran. Kalau waktu naik lebih tepat dibilang jalan kaki biasa. Sekarang baru tahu, kalau lari di pegunungan itu cepet banget ya. Cadancenya cepat dengan jarak pendek-pendek, berlompatan seperti monyet #ups,haha.. Masih belum selesai berfikir dan praktek, pokoknya jalan aja. Lariku dibelakang, memang kayaknya masih butuh banyak penyesuaian dan juga mengukur kekuatan fisik. Bisa sekuat apa. Serta tentunya pas udah sampe rumah separah apa. Soalnya sering pas aktivitas ga berasa, tapi malamnya jarem-jarem malah sampe sakit haha..
Eh iya, tadi malah sempat terjatuh sekali karena engga awas kesandung batu, padahal udah mau nyampe. Dan karena kali ini gak sendirian, jadi ada yang nolong bangunin (thx mas Pram). Sore, kerasa sakit juga ternyata dan lebam akibat jatuh. Kalau aku bilang seh, sakitnya enak karena habis berpetualang haha..
Bersama se-team hari ini, di Batu ber-Pedang, Gunung Klotok, Kediri.
Kayaknya pengen merutinkan Trail Run. Entah sendirian atau nanti ada temennya. Yang penting sudah tau jalur, dan kalau sendirian ambil rute umum dan dihari weekend. Biar sedikit banyak lebih kuat kaki, badan dan nafas. Serta lebih sinkron pergerakan.
Terimakasih komunitas #Trabas, semoga bisa ikutan lagi dan jadi nambah teman!